Dikisahkan, Ibrahim bin Adham berada di tengah padang. Seorang serdadu tiba
tiba menghampiri. “Di mana kampung paling ramai?” tanyanya. Ibrahim, yang
mantan anak saudagar, mengarahkan telunjuknya ke kuburan. Marah, Tentara itu
meninju kepalanya. Toh akhirnya Ibrahim dilepas juga-dan ketika itulah
seseorang datang.”Hai, orang yang kau hajar itu Ibrahim bin Adham, syaikh dari
Khurasan.” Ujarnya. Tentara itu tergopoh gopoh meminta maaf.
“Ketika pukulanmu mendarat di kepalaku,” tutur Ibrahim,”Aku berdoa agar
Allah Ta’ala memasukanmu ke surga.”
“Mengapa Syaikh?”
“Karena aku tahu, aku bakal dapat pahala lantaran pukulan pukulanmu. Aku
tidak ingin nasibku menjadi baik karena kerugianmu, atau perhitungan
amalmu menjadi buruk karena diriku.”
Ibrahim bin Adham memang syeikh yang unik, ketika ditanya apakah dia pernah
merasa senang di dunia, dia menjawab,”Ya, dua kali.” Yang pertama, katanya,
sewaktu dia sedang duduk duduk, lalu datang seorang laki laki dan
mengencinginya. Yang kedua, juga ketika dia sedang enak duduk, kemudian seorang
laki laki menghampirinya dan entah kenapa menempelengnya.
“Katakanlah,” Hai hamba hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS Al Zumar : 53)
Seringkali kita mengukur keadilan dan takdir Allah dengan keinginan diri
kita sendiri. Pastilah pada saat itu, keinginan kita akan menghadapi rasa
frustasi. Taka da satu pun ketentuan Allah yang seratus persen dapat dipahami
oleh keinginan kita, persis seperti mengukur banyaknya air laut yang terlepas
dan tak terwadahi. Meski demikian, masih saja ada orang yang percaya diri bahwa
ilmunya dapat menghakimi ketentuan Allah, akibatnya dia mengalami rasa putus
asa dan bersedih.
Maka Allah menyatakan, jangan berputus asa dari rahmat Allah, segeralah
bertobat. Nikmatilah penderitaan seperti Ibrahim bin Adham yang berfikir
terbolak balik. Dia malah menganggap pukulan dari orang lain sebagai kesenangan
bahkan dia mendoakan orang yang membencinya. Cara ini agak aneh, tapi inilah
cara yang membuat hati tidak terpancing untuk membenci dan bersedih hati.
Berusahalah untuk tidak memelihara kebencian, kebencian dan kemarahan adalah
api yang membakar diri sendiri. Sungguh, memelihara kemarahan berarti
menganiaya diri sendiri. Barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya
diri sendiri, kemudian ia mohon ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An Nisa : 110)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar