Keberadaan Wanita Sebelum Islam
Panjang
sudah zaman yang dilalui umat manusia yang berdiam di bumi Alloh Subhanahu wa
Ta’ala ini. Sekian waktu mereka lalui dalam memakmurkan bumi karena Alloh Subhanahu
wa Ta’ala memang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi-Nya. Dia Yang Maha
Tinggi berfirman kepada para malaikat-Nya sebagaiman diabadikan dalam
Tanzil-Nya yang mulia:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيفَةً
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."(Al-Baqoroh:30)
Manusia pun membangun kehidupan dan peradaban mereka,
generasi demi generasi, silih berganti. Namun sejarah mencatat sisi gelap
perlakuan mereka terhadap makhluk Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang bernama
wanita, padahal wanita merupakan bagian dari umat manusia. Kesewenang-wenangan
dan penindasan mewarnai hari-hari kaum wanita dalam kegelapan alam jahiliyah,
baik di kalangan bangsa Arab maupun di kalangan ajam (non arab). Perlakuan
jahat dan ketidaksukaan orang-orang jahiliyah terhadap wanita ini diabadikan
dalam Al-Quranul Karim.
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ
بِاْلأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيْمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ
مِنْ سُوْءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُوْنٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ
أَلاَ سَاءَ مَا يَحْكُمُوْنَ
”Apabila salah
seseorang dari mereka diberi kabar gembira dengan (kelahiran) anak perempuan,
menjadi merah padamlah wajahnya dalam keadaan ia menahan amarah. Ia
menyembunyikan dirinya dari orang banyak karena buruknya berita ang disampaikan
kepadanya. (Ia berpikir) Apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah?. Ketahuilah,
alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl : 58-59).
وَإِذَا الْمَوْءُوْدَةُ
سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
”Dan apabila
bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, karena dosa apakah
dia dibunuh.” (At-Takwir :8-9)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullah menyatakan bahwa anak perempuan itu
dikubur hidup-hidup oleh orang-orang jahiliyah karena tidak suka dengan anak
perempuan. (Tafsir Ibnu Katsir,8/260)
Apabila anak perempuan itu selamat dari tindakan tersebut
dan tetap hidup maka ia hidup dalam keadaan dihinakan, ditindas dan didzlimi,
tidak diberikan hak waris walaupun si wanita sangat butuh karena fakirnya.
Bahkan justru ia menjadi salah satu benda warisan bagi anak laki-laki suaminya
apabila suaminya meniggal dunia. Dan seorang pria dalam adat jahiliyah behak
menikahi berapapun wanita yang diingikannya tanpa ada batasan dan tanpa
memerhatikan hak-hak para istrinya. (Al-Mu’minat.hal11)
Ini kenyataan yang didapatkan pada bangsa arab sebelum
diutusnya Rasulullah shollallhu alaihi wasallam, kenyataan buruk yang sama juga
terdapat bangsa Yunani dan Romawi yang dulunya dikatakan telah memiliki
”peradaban yang tinggi”. Mereka menempatkan wanita tidak lebih dari sekedar
barang murahan yang bebas untuk diperjualbelikan di pasaran.wanita di sisi
mereka tidak memiliki kemerdekaan dan kedudukan, tidak pula diberi hak waris.
Di Hindustan, wanita dianggap jelek, sepadan dengan
kematian, neraka, racun dan api. Bila seorang suami meninggal dan jenazahnya
diperabukan maka si istri yang jelas-jelas masih hidup harus ikut dibakar
bersama jenazah suaminya.
Bagi bangsa Yahudi, wanita adalah makhluk terlaknat
karena sebabnyalah Nabi Adam melanggar larangan Alloh Subhanahu wa Ta’ala
hingga dikeluarkan dari surga. Sebagian golongan yahudi menganggap ayah si
wanita berhak memperjualbelikan putrinya.
Wanita juga dihinakan oleh para pemeluk agama Nasrani.
Sekitar abad ke-5 Masehi, para pemuka agama ini berkumpul untuk membahas
masalah wanita;apakah wanita itu sekedar tubuh tanpa ruh di dalamnya, ataukah
memiliki ruh sebagaimana lelaki?Keputusan terakhir mereka menyatakan wanita itu
tidak memiliki ruh yang selamat dari azab neraka Jahannam, kecuali Maryam Ibu
’Isa (Al-Mar’ah fil Islam, hal 10-12)
Kedudukan Wanita dalam Islam
Islam datang dengan cahayanya yang menerangi dunia. Kezaliman
terhadap wanitapun terangkat. Islam menetapkan insaniyyah (kemanusiaan) seorang
wanita layaknya seorang lelaki, dimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfiman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
”
Wahai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan...”
(Al-Hujurat
:13)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً
“Wahai manusia,
bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa
yang satu,kemudianDia ciptakan dari jiwa yang satu itu pasangannya. Lalu dari
keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”(An-Nisa’
: 1)
Sebagaimana wanita berserikat dengan lelaki dalam
memperoleh pahala dan hukuman atas amalan yang dilakukan, Alloh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
”Siapa yang
beramal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan sedangkan ia dalam
keadaan beriman maka Kami akan menganugerahkan kepadanya kehidupan yang baik
dan Kami akan memberikan balasan pahala kepada mereka dengan yang lebih baik
daripada apa yang mereka amalkan”(An-nAhl : 97)
Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِيُعَذِّبَ اللهُ
الْمُنَافِقِيْنَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوْبَ
اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
”Agar Alloh
mengazab orang-orang munafik, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan,
dan orang-orang musyrik, baik dari kalangan laki-laki maupun permpuan. Dan agar
Alloh mengampuni orang-orang yang beriman, baik dari kalangan laki-laki maupun
perempuan...”(Al-Ahzab : 73)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan wanita dijadikan barang warisan
sepeninggal suaminya.
يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
”Wahai
orang-orang yang beriman tidak halal bagi kalian mewarisi para wanita secara
paksa.” (An-Nisa’ : 19)
Bahkan wanita dijadikan sebagai salah satu ahli waris dari harta kerabatnya
yang meniggal. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُوْنَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيْبٌ مِمَّا تَرَكَ
الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ
”Bagi para
lelaki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabat-kerabtnya. Dan bagi para wanita ada hak bagian dari harta peninggalan
kedua orangtua dan kerabat-kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa’: 7)
Dalam masalah pernikahan, Alloh Subhanahu wa Ta’ala
membatasi laki-aki hanya boleh mengumpulkan empat istri , dengan syarat harus
berlaku adil dengan sekuat kemampuannya di antara para istrinya. Dan Alloh
Subhanahu wa Ta’ala wajibkan bagi suami untuk bergaul dengan ma’ruf terhadap
istrinya:
وَعَاشِرُوْهُنَّ
بِالْمَعْرُوْفِ
”Dan bergaullah
kalian dengan para istri dengan cara yang ma’ruf.”(An-Nisa’: 19)
Alloh Subhanahu wa Ta’ala menetapkan adanya mahar dalam
pernikahan sebagai hal wanita yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila
si wanita merelakan dengan kelapangan hatinya. Dia Yang Maha Tinggi Sebutan-Nya
berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ
نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْئًا
مَرِيْئًا
”Dan berikanlah mahar
kepada para wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut
dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu sebagai sesuatu yang
baik.”(An-Nisa’ : 4)
Wanita pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah
tangga suaminya, sebagai pemimpin atas anak-anaknya. Nabi shollallahu alaihi
wasallam kabarkan hal ini dalam sabdanya:
الْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ
زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْهُمْ
”Wanita adalah pemimpin atas rumah
tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang
mereka.”(HR>Al-Bukhari dan Muslim).(Al-Mukminat hal 12-14)
Wanita di Hadapan Hukum Syariat
Syariat Islam yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala
kepada Nabi-Nya Muhammad shollallahu alaihi wasallam menetapkan bahwa wanita
adalah insan yang mukallaf sebagaimana laki-laki. Wanita wajib bersaksi tidak
ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali hanya Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
dan Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah utusan Alloh Subhanahu Wa
Ta’ala. Ia harus
menegakkan sholat, menunaikkan zakat, puasa di bulan romadhan dan berhaji bila
ada kemampuan. Ia wajib beriman kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, beriman akan datangnya
hari akhir dan beriman dengan takdir Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang baik
ataupun yang buruk semuanya ditetapkan oleh-Nya. Wajib pula bagi wanita untuk
beribadah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala seakan-akan kita melihat Alloh
Subhanahu Wa Ta’ala. Bila tidak bisa menghadirkan yang seperti ini, maka ia
harus yakin Alloh Subhanahu Wa Ta’ala selalu melihatnya dalam seluruh
keadaannya, ketika sendiri ataupun bersama orang banyak.
Wanita juga harus melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar
semampunya, melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.
Ia pun diperintah untuk berhias dengan akhlak mulia seperti jujur, amanah, dan
adab-adab islam lainnya.
Pembebanan syariat atas wanita sebagaimana kepada laki-laki ini tidak lain
bertujuan untuk memuliakan wanita dan menghantarkannya kapada derajat keimanan
yang lebih tinggi. Karena, pemberian beban syariat kepada seorang hamba
hakikatnya adalah pemuliaan bagi si hamba, ila ia melaksanakannya sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Bukankah di balik
bebansyariat itu ada pahala yang dijanjikan dan kenikmatan abadi yang
menanti...?
Perlu diketahui, sekalipun wanita memiliki kedudukan yang
sama dengan laki-laki namun ada beberapa kekhususan hukum yang diberikan kepada
wanita. Diantaranya:
- Wanita tidak diwajibkan mencari nafkah untuk keluarganya.
- Dalam warisan, wanita memperoleh setengah dari bagian laki-laki, sebagaimana Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
يُوْصِيْكُمُ اللهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ
لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ
”Alloh memberi
wasiat kepada kalian tentang pembagian warisan bagi anak-anak kalian, yaitu
anak laki-laki mendapatkan bagian yang sama dengan bagian yang diperoleh dua
anak permpuan.”(An-Nisa’ : 11)
Pembagian seperti ini ditetapkan karena
seorang lelaki memiliki kebutuhan untuk memberi nafkah, memikul beban, mencari
rizki, dan menanggung kesulitan, sehingga pantas sekali ia menerima bagian
warisan dua kali lipat dari yang diperoleh wanita. Demikian dinyatakan
Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullah ketika menafsirkan ayat di atas.
- Wanita tidak boleh memimpin laki-laki, bahkan ia harus berada di bawah kepemimpinan lelaki. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا
مِنْ أَمْوَالِهِمْ
”Kaum lelaki
adalah pemimpin atas kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebagian
mereka (lelaki) atas sebaian yang lain (wanita) dan karena mereka (lelaki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”(An-Nisa’ : 34)
Al-Imam Al-Alusi rohimahullah berkata:
”...terdapat riwayat menerangkan bahwa para wanita kurang akal dan agamanya,
sedangkan lelaki sebaliknya. Hal ini sangatlah jelas. Karena itulah para lelaki
mendapat kekhususan mengemban risalah kerasulan dan kenabian menurut pendapat
yang paling masyhur. Mereka mengemban amanah amamatul kubra (kepemimpinan
global) dan imamatus shughra (kepemimpinan nasional), menegakkan syiar-syiar islam
seperti adzan, iqamah, khutbah, sholat jumat, bertakbir pada hari-hari
tasyrik-menurut pendapat guru kami yang mulia-.demikian pula memutuskan
perceraian dan pernikahan menurut pendapat mahdzb Syafi’iyyah, memberikan
kesaksian-kesaksian dalam perkara poko, mendapat bagian yang lebih banyak dalam
pembagian harta warisan dan berbagai permasalahan lainnya.”(Ruhul Ma’ani,3/23)
Ketika seorang wanita diangkat sebagai
pemimpin oleh suatu kaum, maka meerka tidak akan beruntung. Rasulullah
shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ
وَلَّوْ أَمْرَهُمُ امْرَأَةٌ
”Tidak akan
beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan urusan mereka kepada seorang
wanita.”(HR>Bukhari)
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
bersabda seperti ini tatkala sampai berita kepada beliau bahwa penduduk Persia
menobatkan Buran, putri Kisra sebagai ratu mereka.
Al-Imam Ash-Shan’ani rohimahullah
berkata:””Di dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan tidak bolehny seorang
wanita pemimpin sesuatu pun dari hukum-hukum yang bersifat umum di kalangan
muslimin...”(Subulus Salam, 4/190)
Demikianlah, semua kekhususan yang
ditentukan oleh islam terhadap wanita bertujuan untuk menjaga agama, akal,
nasab/keturunan, jiwa, dan harta, di mana- menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-Asqalani rohimahullah- bila kelima perkara ini terjaga niscaya akan terwjud
kebaikan dunia dan akhirat. (Fathul Bari,I/226)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar